Tiba-tiba Airmata ini Membendung menyelimuti Mata sehingga tak tertahan dan mengalir membasahi Pipi, pikiran gundah tidak ada obat sempurna, sebaik Keluarga. Emosi dan Kesehatan merusak Jati Diri seperti tidak mempunyai Kompas yang tepat, Jarum Kompas terus berputar ke arah yang salah.
Fisik yang bagus, namun tak tentu arah adalah sia-sia aja bukan?. Aku bersalah, sungguh bersalah didalam diri; Ada apa?.
Fisik yang bagus, namun tak tentu arah adalah sia-sia aja bukan?. Aku bersalah, sungguh bersalah didalam diri; Ada apa?.
Tuhan, aku mulai menjauh dari Nya. Padahal Dia inti dari Kompas yang Rusak. Aku hanya sibuk mencari sebuah Kompensasi Kosong atas Kemarahan serta Kekecewaan, Marah karena Diam dibuat oleh Lingkungan sehingga Kecewa lalu terdiam; Menangis.
Entah kapan terakhir kali aku dipeluk oleh Keluarga, Papa;Mama;Mamas. Pasangan, bisa aku jumpai dengan Mudah namun Keluarga, hanya sebatas Kemunafikan. Memberi kabar lewat Mesin Elektronik tanpa bertatap Muka. Disaat bertatap Muka seperti tidak ada apa-apa. Ya, lebaran Tahun ini aku berjumpa dengan Mama juga Mamas di Palembang, sungguh senang hatiku. Sayangnya aku masih terlalu Munafik untuk menunjukkan betapa aku Merindukan mereka berdua. Aku ingin terus tidur diketiak Mama dan aku ingin duduk, ngobrol bersama Mamas walau hanya mendengar dia Marah-marah dengan Lingkungan.
Entah kapan terakhir kali aku dipeluk oleh Keluarga, Papa;Mama;Mamas. Pasangan, bisa aku jumpai dengan Mudah namun Keluarga, hanya sebatas Kemunafikan. Memberi kabar lewat Mesin Elektronik tanpa bertatap Muka. Disaat bertatap Muka seperti tidak ada apa-apa. Ya, lebaran Tahun ini aku berjumpa dengan Mama juga Mamas di Palembang, sungguh senang hatiku. Sayangnya aku masih terlalu Munafik untuk menunjukkan betapa aku Merindukan mereka berdua. Aku ingin terus tidur diketiak Mama dan aku ingin duduk, ngobrol bersama Mamas walau hanya mendengar dia Marah-marah dengan Lingkungan.
Aku merindukan Hawa mereka hadir dalam Wujud nyata didepan mata, sehingga dapat aku peluk selama yang aku inginkan.
Kemudian Papa, sudah 2 Tahun aku tidak dapat berjumpa dengan Beliau. Walau kami tinggal disatu Kota, namun beliau begitu sibuk hingga tidak ada waktu untuk berbincang atau tertawa bersama. Hanya sebatas Surat Elektronik dan kembali pada Mesin Suara yang menyampaikan Suara hangat Papa. Teringat saat aku sakit beberapa tahun lalu, kami semua berkumpul dirumah sakit; untuk menjaga aku. Sungguh menyenangkan rasanya, aku disuapi dan ditunggui oleh kedua orang tua. Bahkan Mamas yang sudah lama tidak pernah masak untuk aku, dia sudi meluangkan waktunya untuk memasak.
Aku ingin sakit seperti dulu lagi, namun itu tidak adil bagi keluargaku. Mereka akan bersedih dan menangis dibelakang, jika hal itu terjadi. Aku akan semakin terluka. Papa masih dengan sosok lama, Necis dan terkadang menggantikan Kerinduan ini dengan Uang. Aku tidak ingin Uang pa, aku ingin Papa. Aku ingin memeluk papa seperti dulu lagi, aku ingin dinyayikan lalu tidur seperti dulu lagi pa. Betul, kekanakan, karena aku masih anak-anak dan selalu anak dimata kalian kan, Kerinduan ini kian Membendung dan semakin sakit rasanya.
Senangnya melihat siapapun yang bisa bersama keluarga setiap saat, disaat sakit ada yang merawat, disaat sepi ada suara riuh dirumah. Aku Merindukan, Kerinduan yang Mendalam.
Salam,
0 komentar:
Posting Komentar